Acara syukuran adalah hal yang biasa dilakukan di masyarakat kita. Syukuran diadakan untuk mengucapkan rasa syukur akan suatu keberhasilan atau mendapat berkat. Naik pangkat, istri hamil, anak lulus sekolah, atau terbebas dari kemalangan dan tentu masih banyak alasan lainnya.
Belum lama ini ada rekan di pabrik yang mengadakan syukuran. Awalnya saya kira syukurannya karena mau menikah. Tetapi syukuran diadakan untuk mengucap rasa syukur karena telah diangkat menjadi karyawan tetap.
Sejenak saya berpikir tentang hal ini. Diangkat jadi karyawan tetap saja sampai perlu mengadakan acara syukuran? Luar biasa. Seingat saya ketika diangkat jadi karyawan tetap biasa – biasa saja. Malah surat pengangkatannya saya masih bingung simpan di mana.
Padahal menurut informasi teman, SK Pengangkatan Karyawan Tetap (SKPKT) itu bisa dijadikan jaminan untuk mendapat pinjaman di bank sebesar 10 juta rupiah. Lumayan, kan?
Kenapa harus pakai acara syukuran segala? Apakah berlebihan? Ya, tentu tidak dan syukuran itu untuk mengucapkan sebagai rasa syukur. Tandanya orang yang tahu bersyukur dan saya tidak tahu bersyukur.
Sejenak saya merenungkan, bahwa ketika sesuatu hal kita dapatkan dengan susah payah, maka ada rasa syukur yang mendalam. Sebaliknya bila sesuatu hal itu kita dapatkan dengan mudah, maka ada perasaan meremehkan dan kemudian lupa untuk bersyukur.
Tentu saja rekan ini merasa perlu mengadakan syukuran, sebab untuk mendapatkan SKPKT itu harus melalui waktu dua tahun lebih. Ia harus melalui ujian dahulu dan kemudian melalui masa percobaan tiga bulan, baru SKPKT itu bisa keluar.
Dari ratusan karyawan hanya beberapa saja yang mendapat kesempatan dan rekan ini adalah satu di antaranya. Bukankah pantas ia mengadakan syukuran?
Nah, kalau saya cuma melalui proses 3 bulan percobaan langsung dapat SKPKT. Jadi tidak merasa ada perjuangan yang berarti, sehingga tidak menganggap selembar kertas itu berharga. Boro – boro ingat beryukur.
Dalam hidup kebanyakan prosesnya memang demikian. Seseorang yang berjuang dari awal untuk menjadi sukses dalam keuangan, maka akan sangat menjaga keuangannya. Sebab tahu bagaimana sulit mendapatkannya. Tidak akan sembarangan mengeluarkan uang untuk hal – hal yang tidak perlu.
Namun berbeda dengan anak yang begitu lahir sudah kaya, kemungkinan besar tidak akan sayang – sayang mengeluarkan uang untuk berfoya – foya. Karena tidak merasakan kesulitan yang dialami saat mendapatkan uang.
Sejatinya, sulit atau mudah bagi kita dalam mendapatkan apa yang kita miliki tidak ada alasan agar tetap mengingatkan diri untuk bersyukur. Syukuran dengan tersenyum dengan diiringi doa. Tidak harus identik dengan makan – makan. Kebanyakan makan – makan malah bisa menghilangkan makna dari acara syukuran itu sendiri.
Adakah hal yang tidak layak untuk kita mengucap syukur dalam hidup ini? Dalam setiap tarikan nafas yang masih bisa kita nikmati sejatinya ada ucapan syukur karena itu adalah kehidupan.
Dalam setiap kemalangan dan penderitaan pun kita tetap layak untuk bersyukur, sebab dalam segala kemalangan dan penderitaan ada pembelajaran kehidupan untuk membuat kita lebih memahami hidup. Apalagi dalam keberhasilan dan kegembiraan serta kemudahan?
Rasa – rasanya untuk bisa menyelesaikan tulisan ini pun saya perlu bersyukur setelah hampir empat haru harui berapa judul. Oh, lega rasanya dada ini.
katedrarajawen@pembelajarandarisebuahperistiwa
Entah.., aku sudah cukup bersyukur atau belum ….
semoga akan selalu bersyukur, bang Pilot
syukuran versus bersyukur beda yak’… syukuran kesannya ceremonial — bersyukur spiritual..tull kah?