Terekam Tajam dalam Sajak
Penunjang telanjangku telah menapak bukit
tunggangnya bukit hatimu
tunasmu memandang seolah mendorongku
hendak terus melangkah
kendala menghadang trip melelahkan
paripurna onak dan tulang
Motivasiku tetap semangat
tidak akan pernah menyerah
ketimbang dari manapun
mencapai sampai kapanpun
meski aku tak tegas melampauinya
sebaliknya kau tak tega mendahagakan
Hanya aku tahu bahwa kau telah tahu
terlintas rasa resah menghantui
sesaat terluput oleh gundah gulana
tatkala keraguan kegelisahan kalbu
genahar mulai kelu
dorongan mulai lamban
Tindakan mulai terhenti
tiba kecenderungan hati
berhubung ada yang tiba dibelakangmu
demi ada yang lain menantimu di kaki bukit
saya adalah keinginan
belas sayang semu yang nyata
Keranjang ini mulai ringkih
sesudah melangkahkan kaki
kepada malam tak bergairah
kemudian senyumku tak pernah palsu
supaya langit hitam nan kosong
patera tak bersuara
Semasa datang hampa udara
perosok turunnya hujan
walau lembar goresan beku
seraya setangkai pena kaku
terekam tajam dalam sajak
ranggah dada yang sesak
Matahari melumat tubuh
menyinarkan cahaya pendar
nan mengikhlaskan isi jiwa
serentak menghitung dengan pasti
permintaan mampir di ruang diri
kepergian bukan sekedar kepindahan
(Pondok Petir, 04 Oktober 2013)
Edy Priyatna
Manstaf 🙂
Manstafff
Manstafff
Hahahahahahaha……manstaf
Hahahahahahaha……manstaf 🙂