Gaya  

Tour Kuda Lumping

kuda-lumping
foto: www.inibangsaku.com

‘Win,…siap – siap yah. Malam ini tidur cepat dan besok kita travelling!’ Demikian pesan text dari sahabat saya. Saya paling senang jalan – jalan apalagi yang sifatnya adventure. Saya suka melihat, mempelajari dan mengalami hal baru, karena sedikit banyak pasti akan jadi ilham bahan tulisan yang menarik. Jika sama sekali tidak ada peristiwa, perihal apa yang akan dapat diceritakan atau dituliskan? Bosan! Nah, liburan long weekend kali ini rasanya perfecto. Karena putri saya juga sedang mid-semester break, saya ingin agar ia lebih mengenal alam dan tidak selalu menjadi penggila gadget. Yang mengajak bepergian adalah sahabat lama, sepasang pasutri dan ditemani seorang kawan dari negeri manca. Biaya relatif murah, nyaman dengan mobil pribadi dan sehari bertolak tanpa menginap. Ceritanya empat turis domestik dan satu turis asing akan bepergian bersama jelajah kampung budaya. Restu suami yang lebih suka duduk manis menonton televisi dirumah juga sudah keluar. Perfecto!

Hari Minggu sebelum subuh, saya dan putri saya bersiap. Jadwal acara jam 4 subuh berkumpul, lalu jam 4.30 langsung berangkat menuju tujuan wisata, maklum tempatnya agak jauh. Tour leader bernama Ana mengirim pesan dengan ketus, ‘harus tepat waktu jika terlambat akan langsung ditinggal!’ Nah, jam 4 subuh saya tiba di tujuan. Berjumpa dengan pengemudi berambut sedikit gondrong, ekspresi wajahnya yang acuh mirip Ableh, kolega Pak Ogah dalam serial jadoel Unyil. Ketika saya tanya, “Mana tour leader-nya, Mas?” Dijawab oleh yang bersangkutan, “Nggak ikut, kecelakaan!” Haaa?… Terus saya sambung, “Tapi Mas Ableh tahu kan lokasi tempat wisata tersebut?” Dijawab lagi, “…Saya belum pernah kesana sih, tapi wilayahnya saya tahu, pasti bisa nyampe. Entar saya cari deh! Soalnya saya juga hanya diperintah menggantikan pengemudi lain. Ini kerjaan dadakan, semalem saya juga baru balik dari Bandung jam 11 malem.” Okay, creepy moment! Mau berwisata dengan jasa tour, tetapi tidak ada tour leader, tidak ada pesan pemberitahuan, dan pengemudi Ableh kesan pertama saya adalah mantan polisi cepek. Tour itu kan harusnya pakai itinerary ya? Ada jam – jam istirahat dan berkunjung ke tempat wisata. Kalau tujuan tempat wisata ‘nanti deh saya cari..’, ini momen dimana seharusnya saya nunyul kepala si Ableh, ‘Bloon beneeeeeeeeer…. Ngapain pake jasa penyelenggara tour? Ampun dijeeeh!’

Win, kapan kamu akan belajar mengontrol emosimu? Saya lalu telan ludah, menilpon sahabat saya yang wanita. Sekilas memberikan gambaran tentang si Ableh dan ketiadaan tour leader bernama Ana. Teman saya terkejut. Sementara itu mendadak enam lelaki muncul dengan sepeda motor. Masing – masing semotor boncengan tiga orang, tampak habis mabuk – mabukan entah darimana. Langsung ndlosor tidur – tiduran di emperan toko dekat tempat kami menunggu. Suasana seperti setting film ‘Cinta dibalik Noda.’ Lagi, signal nggak enak. Untung si Ableh rada pintar, “…Bu, kita pindah aja nunggu di POM Bensin.” Baru juga lima menit parkir di Pom Bensin, diusir sama penjaganya. Nggak boleh parkir lama disitu. Akhirnya langsung jemput teman kami yang dari manca negara. Ketika keluar dari kompleks apartment teman kami, si Ableh seperti dugaan saya tentang polisi cepek mulai merengek, “Bu, minta duit dong! Ini kan semua toll dan parkir tidak termasuk biaya yang dibayarkan dan saya tidak punya uang…” Teman saya karena tidak pandai bahasa Indonesia selamat. Dan saya setor tiga puluh ribu rupiah dengan muka masam. Pasalnya menurut teman kami, sudah tidak ada biaya apapun juga. Seharusnya tinggal duduk manis. Bahkan kami mendapat tiga destinasi wisata, beberapa botol minuman aqua, sarapan roti dan makan siang tradisional di tempat wisata. Ini belum apa – apa saya sudah dipalakin si Ableh! Win, tarik nafas! Hugh,….

Sekarang kami akan menjemput penumpang terakhir yaitu pasutri sahabat saya. Si Ableh saya kasih pesan jelas, “Keluar toll Bintara, belokan kiri pertama langsung masuk dan mereka nunggu di lampu merah.” Si Ableh belokan kiri pertama lurus sembari komen, “Bu, ini tinggalnya di Bintara ya?” Saya buta wilayah Pondok Kopi, selama di Jakarta belasan tahun nyaris tidak pernah ke arah sana. Si Ableh nyasar sendiri. Teman saya yang dari negara manca menghimbau, “Win, dia kayaknya bingung nyasar, kamu jelasin lagi deh, lokasi teman – teman yang akan kita jemput.” Lalu saya menilpon teman saya dan telepon harus dipinjamkan pada si Ableh dan telinganya. Setelah mobil mundur secara mengerikan disubuh buta pada sebuah tikungan gelap yang ke arah toll, Ableh berhasil lolos dan menemukan jalan yang dicari. Dua penumpang pasutri yang sudah menunggu di tepi jalan kami angkut dengan perasaan lega. Keduanya langsung memasukkan barang ke bagasi dan bergabung duduk dengan kami di dalam mobil. Eh, … nggak lama Ableh minta duit lagi dua puluh rebu kepada suami teman saya, alasannya buat toll lagi? Cape deh! Sepasang pasutri yang sudah saya lapori keadaan langsung berusaha mengontak pemilik tour. Yang dihubungi mengaku kaget dan tidak menyangka tour leader-nya ‘kecelakaan’. Disini drama berlanjut makin seru, mengalahkan serial Korea manapun juga.

Lalu tour leader yang bernama Sinchan selaku owner perusahaan langsung ‘dengan penuh tanggung jawab’ bersedia menggantikan tour leader yang mendadak kecelakaan motor nggak ujan – nggak angin tanpa berita itu. Namun Sinchan berpesan, “Saya sedang membawa tamu lain dalam kendaraan mobil ELF dengan tujuan Ciwidey. Jadi mohon Bapak dan Ibu sekalian menunggu saya di Rest Area Km 88, toll Cipularang.” Wah, malah jadi keberuntungan, boss tour and travel sendiri yang akan mengantar kami, TOP! Sekitar pukul enam liwat kami sudah tiba di Rest Area. Kami pesan breakfast sendiri, beli kopi dan mie. Ngobrol bersama dengan gembira dan juga sembari ke toilet. Sementara TL (tour leader) sekaligus ‘pengusaha’ yang bernama Sinchan tidak muncul juga. Mendadak sekitar pukul delapan liwat sedikit Sinchan menilpon sudah tiba di POM Bensin, akan segera menuju ke area resto. Sampai disini saya tertegun, ngapain juga tadi subuh saya bangun jam tiga pagi yaaaa?? O peliiiiissss! Menilpon sudah tiba itu, hingga dua puluh menit batang hidung Sinchan tak nongol juga! Anda tahu, ada jenis orang – orang yang dengan enteng menilpon dan berkata, “Saya sudah dekat nih,…lima menit lagi nyampe!” Padahal masih jauh dan mungkin dua puluh lima menit baru akan tiba di lokasi. Si Sinchan ini jenis habitat manusia istimewa semacam itu.

Ketika yang namanya Sinchan muncul, kami masih menahan diri. Anak muda berusia dua puluh tujuh tahun dengan ekpresi senyum pengusaha dan wajah chubby kebanyakan makan indomi. Pokoknya lega, pemilik tour and travel sudah dalam rombongan. Artinya setelah ini tour akan berjalan lancar dan damai. Si Sinchan ternyata pandai mengobrol dan banyak bercerita pada suami teman saya, satu – satunya pria peserta tour. Sinchan menyombongkan layanannya, “Maaf nih, .. sebelumnya saya nggak pernah menangani tour yang kacau – balau seperti ini. Saya sendiri selalu diminta menemani tamu, mereka merasa senang jika yang mengantar tour adalah saya. Mendatang saya akan bawa tamu keliling Eropa, minggu lalu saya baru balik dari tour Bangkok.” Ajaibnya, Ableh belum pernah berkenalan dengan Sinchan dan sebaliknya! Lucu banget, mengelola tour and travel tetapi pengemudi dan pemilik tour tidak saling mengenal. Harus masuk guiness book of records, nih! Hush,...praduga tak bersalah harus dikedepankan. Pemikiran positif harus dikembangkan. Jangan nyinyir dulu lah, mungkin memang mengadakan tour kerjasama se-Jakarta dan ada sistem supir oplosan, tapi tour leader pasti akan ambil kendali dan memimpin jalannya acara wisata.

Ternyata sodara – sodara, tujuan kami tour ke Kampung Naga letaknya lumayan jauh di Tasikmalaya. Suami saya sudah mengirim pesan singkat, “Dari Bandung masih kira – kira empat jam lho!” Saya masih acuh, semangat petualang lah! Gitu aja kok cemen. Udah pake mobil Kijang secara pribadi kok masih mau rewel? Orang lain berwisata ala backpacker kali harus naik turun angkot berkali – kali.  Tak lama kemudian mobil Kijang tersebut sempat mogok di wilayah Garut, berhenti mendadak ditepi jalan dengan klaksonan sejuta umat dari belakang bikin wajah kami semua kecut. Untung saat Ableh memeriksa, hanya tali kipas atau apa gitu terlepas. Setelah terpasang lagi, mobil kembali berjalan. Selama Ableh sibuk, Sinchan duduk manis di kursi depan mainan TAB. Tapi akhirnya sempat turun juga sejenak membantu Ableh melihat – lihat apa yang salah pada Kijang yang masih kinclong tapi diperlakukan kasar oleh pengemudinya itu. Menurut Ableh mobil Kijang itu miliknya pribadi, kadang – kadang dikemudikan pula oleh istrinya kalau ada acara keluarga. Iya gitu? Pokoknya selama tour para tamu dibuat terpesona oleh semua omong – kosong Ableh dan Sinchan.

Setelah sempat mogok, mobil jalan kencang, meliwati pintu masuk wilayah pemandian air hangat sumber alam alias hot springs. Teman saya yang pasutri sangat mendambakan hot springs. Herannya Sinchan sama sekali tidak menawarkan mampir Garut dulu. Saya jelas – jelas melihat papan petunjuk “menuju hotel pemandian air panas Tirta Gangga – Garut”. Saya sudah pernah ke Garut, tapi saking jauhnya suami malas mengulang acara menyupir kesana. Kami kesitu tahun 2005, jaman bahuela. Tapi saya masih ingat hotel – hotel di Garut cukup bersih dan sumber air panasnya maknyusss! Sinchan tancep aja maksa Ableh langsung membawa kami ke Kampung Naga, setelah itu ada rencana berwisata ke Galunggung. Kami optimis bahwa dalam pemikiran Sinchan pasti sudah ada pengaturan waktu yang tepat dan pemberhentian sesuai jam wisata sehingga semua acara berjalan maksimal dan ontime. Keanehan lain muncul saat Sinchan berkata, “Maaf kita makan siang agak mundur ya, paling sekitar pukul tiga siang. Soalnya catering sudah dipesan di rumah makan langganan kami di wilayah Galunggung. Haaa? Makan siang jam tiga?? Kalau orang Inggris sih waktunya tea time, sore – sore ngeteh manis sama makan pisgor kaliiiii…! Saya udah mulai menimbun angkara murka bagaikan bisul yang siap pecah, pasalnya putri saya baru sembuh sakit maag lumayan akut minggu yang lalu. Mau dikasi makan jam tiga siang?? Nehi kali! Mana sarapan cuma dua lembar roti pada jam tujuh pagi!

Ketika menemukan POM Bensin dan toko coklat, kami minta berhenti istirahat dan sekaligus wisata belanja di Garut. Jadi sejak berangkat pukul empat subuh tadi, kami baru berhenti pada tujuan wisata sekitar pukul satu siang. Itu pun tanpa direncana karena ingin ke toilet dan didepannya ada toko coklat Chocodot. Malah toko tersebut menyediakan toilet bersih. Lumayan, meluruskan kaki dan melihat – lihat dagangan aneka coklat variasi. Teman kami yang dari manca negara mengatakan coklatnya lumayan enak serta unik karena ada rasa jahe dan sebagainya. Setelah itu kami lanjut ‘mencari’ lokasi Kampung Naga. Karena sudah tahu si Sinchan tampaknya tidak mampu menyediakan makan siang ontime, saya dan putri saya jajan somay ditepi jalan. Makan langsung dari plastik karena sendok dan tusuk gigi tidak ada, kami berbagi makan siang ala kadarnya. Penumpang lain hanya makan kripik, mereka masih sanggup menahan diri. Saya dan putri saya tidak bisa jika tidak makan besar pada jam – jam wajib yang ditetapkan sedunia. Perut perih! Lumayan somay-nya enak dan ada sayur, tahu serta telur. Penting gitu diceritakan? Penting, kandungan gizinya, broooo….. Kan mau jelajah desa wisata? Buat menyimpan tenaga!

Setelah episode toko coklat, Ableh dan Sinchan masih sok memimpin mencari kampung Naga. Nyasar dengan sukses sodara – sodara! .. Nyasar itu hingga masuk ke wilayah Limbangan entah dimana pula itu. Pake jasa tour and travel, bisa – bisanya nyasar?? Ojeg sepeda aja sekalian kaleee!….. Dan akhirnya ngebalik lagi menuju ke dalam kota Tasikmalaya. Selama episode nyasar kami bertanya pada Sinchan, “Bisa dibantu mencari lokasi dengan menggunakan GPS nggak, Chan?” Dijawab cepat (sepertinya sudah terlatih), “Tidak ada sinyal, Bu…” Lalu ketika Ableh naik – turun dari kursi pengemudi untuk menanyakan jalan, Sinchan terus saja duduk manis di kursinya, kami semua kian tersulut api – angkara murka. “Hei Sinchan, …kenapa kamu tidak memberitahukan arah yang jelas kepada Ableh?” Lagi dijawab cepat (latihan manggung bertahun – tahun), “Tadi Ableh maksa mencari jalan pintas melalui tepi kota, rupanya dia nggak menemukan. Saya sendiri nggak tahu jalan kalau dari tepi kota!” Omaigattt, No ikhtiar at all! ….Jadi si Ableh sudah capek pulang dari Bandung semalaman, lalu dari subuh sudah gagah perkasa standby jemput tamu. Masih juga ada acara nyasar, bolak – balik kami meliwati pintu masuk hot springs Tirta Gangga yang mengundang. Semua terjadi sembari  Ableh dan Sinchan terus tebak – tebak kupas manggis tentang arah jalan. Ableh juga dikaryakan maksimal naik – turun mobil untuk menanyakan jalan, benar – benar obyek penderita! Diantara segala kelelahan Ableh, Sinchan terus duduk manis di kursi depan mainan TAB dan bolak – balik menilpon temannya. Sikapnya duduk anteng, kayak Arca Gupala yang biasa dipajang digerbang pintu masuk hotel atau gedung anjangsana.

Diantara aneka rasa canggung dan kekuatan luar biasa untuk menahan jengkel, kami berhasil berhenti makan siang pada pukul tiga. Sebuah rumah makan kuno yang kamar mandinya kotor sekali, seperti tidak disikat selama seratus tahun. Cocok banget buat adegan TKP, crime – scene pembunuhan mutilasi. Untung makanannya enak. Sinchan yang tadinya ceriwis menceritakan betapa ia adalah tour guide tangguh yang sudah kemana – mana mendadak bisu karena saya semprot, “Hei Sinchan! Kamu dan Ableh harus kerjasama. Kalau Ableh sudah capek nyupir, kamu kek turun nanyain jalan. Usaha gitu lhoooo,… Katanya kamu tour leader, seharusnya kamu memimpin si Ableh. Ini kok malah kamu ngandelin Ableh banget, dia tugasnya nyupir lowh, tugas kamu apa sebenernya?!?… Ini acara dagelan atau bagaimana??” Sementara sahabat saya sang istri berkomentar tak kalah pedas, “Kita menggunakan jasa tour and travel dengan niat supaya tepat waktu, semua destinasi yang dituju tercapai dan nyaman. Ini malah kayak tour terburuk sepanjang masa yang pernah kami alami, jam segini belum nyampe mana – mana!” Ketika turun makan ke dalam rumah makan, Sinchan tidak mau masuk! Hastaga, …takut terpaksa membayari kami semua? Sudah dikasi DP lho, nilainya juta! Tour-nya sedemikian buruk, tingkah lakunya kayak setan mbeling. Saya sudah niat membelikan nasgor si Ableh, dari jam empat subuh belum ada yang ngasi makan. Lha, kalau nyupirin tamu dalam keadaan demikian bisa jadi nyerempet tujuan neraka bukan??

Ketika kami semua kembali ke kendaraan, Sinchan langsung melihat mood kami sudah membaik setelah makan siang jelang sore tersebut. Tanpa rasa sungkan, malu enggan, minta maaf atau apapun, dengan manis lagi – lagi ia mulai membanggakan keahliannya sebagai guide. Seolah ia tahu semua dan sudah kemana – mana. Teman saya, sang istri sudah tak tahan lagi, nyaris menangis saking jengkelnya ada orang sedemikian bodoh acuh dalam melakukan tugas dan layanan model acak – adul. Jadilah si Sinchan kena semprot episode satu, kadang diselingi iklan omelan oleh saya. Pada intinya sejak awal saya melihat Sinchan suka pura – pura bodoh, gemar berbohong serta penuh tipu – daya. Maaf, orang semacam ini dimarahi, dinasihati, dikasih contoh, didewasakan cuma akan menguras energi orang lain yang punya niat baik agar yang bersangkutan berubah. Prinsip saya jika bertemu manusia yang demikian tutup buku dan go to the next person-lah! Tidak usah berurusan lagi. Untung tak lama kemudian kami tiba di Kampung Naga. Jadi dari jam empat subuh, kira – kira jam empat sore liwat barulah kami tiba di Kampung Naga. Sinchan menggunakan kesempatan itu untuk menunjukkan kemampuannya sebagai tour leader. Membimbing kami bak kawanan domba di perkampungan budaya, kadang bantu memfoto. Namun ternyata sudah ada ada tour leader lokal, seorang bapak penghuni kampung yang mengajak kami keliling kemana – mana. Pada akhir kunjungan, putri saya berkata, “Mom saya mau kasi tips buat si Bapa!” Pintar si Sinchan ini, berlagak boss karena untuk perjalanan darat ngandelin Ableh. Lalu untuk lokasi wisata ngandelin tour guide lokal. Jual kacang tengiks dikasi bungkus cantik berjudul hazelnut. Benar – benar bulus. Kampung Naga sendiri bagi saya pribadi sangat mengesankan, nanti saya ceritakan secara terpisah. Kampung Naga, perjuangan kami menemukanmu sungguh luar biasa!

Kira – kira pukul enam sore, kami sudah harus melanjutkan perjalanan. Kawan saya, sang istri masih mendambakan ‘hot springs’. Karena sudah terhibur dengan kunjungan Kampung Naga, kepercayaan kami timbul kembali pada Sinchan. Oleh yang bersangkutan diusulkan ke pemandian air panas Galunggung yang searah dengan perjalanan pulang. Untuk naik ke puncak kawah Galunggung yang tadinya masuk dalam destinasi wisata hari itu jelas gagal, wong sudah pukul tujuh malam. Kawan saya masih terus optimis mendambakan ‘Hot Springs’. Kemudian dibawalah kami ke hot springs Gunung Galunggung tersebut. Ketika mobil masuk tempat parkir saya lagi – lagi merasa creepy. Kenapa? Parkirannya jorok sekali astaga, … sampah bertebaran dimana – mana.  Saya menginjak lemper yang terbuang jatuh di tanah. Untung saja, … saya pikir telah menginjak tah* kuda! Pengendara yang datang menggunakan motor banyak sekali, dan begitupun di lapangan parkir bisa – bisanya mengklakson pengunjung yang berjalan kaki agar minggir! Indikasi ‘wong kampung nan kampungan’ nampak jelas. Hei, … saya juga orang kampung. Tapi saya jelas tidak  mau berlaku kampungan!  🙄

Sinchan menjelaskan dengan manis bahwa pemandian air panas yang berupa kolam renang ditengah adalah gratisan, sementara kolam rendam yang berupa ruangan tertutup dengan bak rendam membayar per-orang empat ribu rupiah. Kita masih mengangguk antara senang PNP, percaya nggak percaya karena sudah mencapai destinasi kedua yang didamba: Hot Springs. Ketika kami tiba di kolam renang pemandangan yang nampak agak membingungkan, kolamnya nggak ada asap? Mana air angetnya? Terus itu kolam hitam legam, entah berapa tebal lumpur dan berapa banyak belut yang berdiam didasarnya. Seakan sudah digunakan berendam oleh kawanan kerbau selama satu dekade. Herannya masih banyak yang berenang disitu. Padahal jelas kolamnya kotor sekali. Teman saya mencelupkan tangannya dan dingin! Ketika melihat kolam rendam, kamar – kamarnya didekorasi kaca lukis vignette model taun 70-an. Jaman ketika mbak Emilia Contessa masih hot sexy dan pake celana pendek. Mana lampunya bohlam kuning nan temaram. Ketika sebuah kamar mandi terbuka, nampak seorang bocah kecil telanjang bulat dengan emak-bapak-ninih-teteh dst beramai – ramai menikmati kolam rendam dengan dekorasi taun 70-an itu. Saya cuma mikir, apakah bak mandinya sempat dikuras dan disikat dulu sebelum digunakan oleh orang lain?? Kesimpulannya: semua menggelengkan kepala. Nggak ada yang mau nyebur. Bahkan putri saya yang penggila renang dan berendam di bath-tub menggeleng muram. Impiannya kandas…Padahal kami semua bawa pakaian ganti – handuk dan segala tetek – bengek lengkap untuk mandi keramas. Oya, saya bawa cream penata rambut Revlon segala! Grrrrrrrroaaaaahhh…

Ketika kembali ke mobil di area parkiran, pikiran kami sudah diselimuti seribu satu dendam kesumat dan duka lara dalam dada. Saya pribadi ingin mengkudeta kendaraan itu dan meninggalkan Ableh serta Sinchan di kawah Gunung Galunggung! Jengkel abis, hebatnya saat kami temukan Sinchan sedang asyik nraktir Ableh makan indomi di warung sebagai makan malam. Nggak nanya kenapa gagal rendam, nggak mikir dampaknya dendam kesumat pelanggan, nggak nawarin kami alternatif untuk makan malam. Asli modal dengkul dan abab, tour and travel cap kuda lumping sangat SUKSES membuat para tamunya jejingkrakan jengkel! Ketika kendaraan melaju lagi jadilah Sinchan kena semprot episode dua. Yang paling marah tentu saja teman saya sang istri, karena ia yang menemukan biro wisata tersebut, berkontak-ria dengan Sinchan dan segala omong kosongnya. Kami percaya ia pengelola tour yang dapat diandalkan. Berani mengiklankan diri dalam website kupon belanja yang punya nama besar dan ditayangkan nasional maupun internasional, kesannya TOP markotob! Ternyata seperti ini perilaku dan layanannya. Setelah disiksa secara mental namun tampaknya sama sekali tak berdampak, Sinchan berjanji akan mengembalikan semua dana yang telah kami setorkan paling lambat dalam waktu seminggu. Dalam hati saya terus meragu pada Sinchan, tapi apa mau dikata, harus menunggu pembuktian kata – katanya (yang sebelumnya gagal terus). At the end, bukan masalah kerugian uang lagi tetapi tekanan mental nyaris gila dimana liburan menjadi bencana berwujud duduk diam berkendara dalam mobil kijang selama kurang – lebih delapan belas jam tanpa penjelasan apapun juga.

Saya melihat pada wajah Sinchan yang disetel polos culun dan berkata pedas, “Kolam rendam hot springs yang kamu tawarkan seperti setting film Nyi Blorong ya! Kuno, gelap – temaram, digunakan sejuta umat dan yang jelas kebersihannya dipertanyakan. Ibaratnya jika kamu ini mengadakan pertunjukan, secara keseluruhan hancur total! Kostum kamu jelek, panggung kamu reyot busuk, make-up kamu luntur dan tarian kamu ancur…” Sementara putri saya dengan gagah berani menggunakan gaya pawang singa kalau saya sedang marah, “Shhh,...Mami diam. Shhhh,…Mami sabar… Sssshh…udah Mami nggak usah ikutan marah – marah!” Terakhir kami berusaha hunting makan malam sendiri di sepanjang perjalanan pulang wilayah Tasik. Sebuah tempat nampak menarik, suami teman saya turun untuk memeriksa. Seperti biasa Sinchan duduk manis bak arca. Lagi – lagi saya sambar pedas, “Sinchan, kamu turun dan ikut melihat lokasi! Sehingga jika kamu travelling kesini lagi paling tidak kamu sudah tahu lokasi dan bisa menjadi referensi kunjungan…” Dengan perlahan ia beringsut turun dari kursinya. Di dalam mobil kami menggerutu, “Ia bukan laki – laki, tapi bocah bloon yang sama sekali tidak tahu apa yang dilakukannya,…”

Tepat pukul sembilan malam, kami berhenti di warung sate maranggi Engsun Tasikmalaya. Terletak didepan semacam terminal bis. Thank God, wisata kuliner kali ini adalah puncak rasa dari hidangan yang kami nikmati selama perjalanan wisata 24 jam bersama Sinchan dan Ableh. Sate Maranggi dan hidangan tersaji lainnya enak banget! Seperti biasa Sinchan menjauh, takut disuruh mbayarin lagi. Ableh kami panggil untuk ikut serta makan malam jadi malu – malu karena Sinchan sok menolak tegas dengan alasan perut kenyang setelah makan indomi di Galunggung (plus diomelin episode dua). Ketika saya tanya kepada Sinchan selama ini jika ada hal darurat seperti kejadian hari ini, apa yang biasa ia lakukan? Tidak ada. Menurut Sinchan ia bekerja di bisnis tour and travel sejak tahun 2005 dan belum pernah ada kejadian seperti hari ini! Dudu-adu Jamila!... Saya udah langsung tahu, ngobrol apapun juga nggak akan nyambung dengan Sinchan. Selama bekerja (jika tidak bohong) dia tidak mempelajari apapun juga, hanya ndableg tingkat dewa. Ilmu masuk telinga kiri — keluar telinga kanan. Angkat tangan! Mana mungkin bekerja selama sembilan tahun dan nggak ada pengalaman memimpin tour jejingkrakan ala kuda lumping semacam ini?? Ini baru tour ke Tasikmalaya bagaimana jika ia memimpin tour ke Venesia apa yang akan ia lakukan? Jajan indomi lagi?? Preeeet dahhh!

Tidak perlu saya ceritakan perjalanan pulang dari jam sepuluh malam hingga jam tiga subuh menyusuri Tasik, menuju Nagrek, Sumedang, masih harus masuk wilayah Bandung. Tak perlu saya gambarkan betapa lelahnya saya sudah bangun pukul tiga subuh hari sebelumnya dan duduk belasan jam di mobil, berwisata beneran hanya satu setengah jam. Dengan bawaan beberapa tas yang kebanyakan tak berguna karena tidak jadi berendam di hot springs. Bagaimana pula sedihnya para sahabat saya, apalagi sang istri yang berteman dekat dengan kawan manca negara dan berinisiatif mengajaknya serta. Kawan itu berasal dari United Kingdom alias UK alias Inggris. Iyesss negaranya Churchill dan Shakespeare, maka pengalaman uniknya untuk wisata lokal Indonesia adalah jelajah parkiran kotor di pemandian air butek Nyi Blorong kaki gunung Galunggung. Malam kedua itu, Ableh lagi – lagi menunjukkan keperkasaannya sebagai setan jalanan. Menyalip segala bus dan truk, melawan arus, menggunakan lampu panjang, mempertaruhkan keselamatan penumpang dalam tour abal – abal yang digawanginya bersama Sinchan. Penumpang lelah antara mau tertidur pulas tapi deg-deg-plus karena mobil disupiri dengan kecepatan gila dan zig-zag maut. Jam empat subuh dari hari sebelumnya berangkat dan jam empat subuh hingga hari berikutnya tiba. Saya dan rombongan memiliki pengalaman luar biasa tentang travelling Kampung Naga yang penuh perjuangan. Suami menyambut dengan senyum cengiran lebar diwajah kepada saya dan putri kami, “…Selamat datang wahai para petualang wanita dalam keluargaku…”

shinchantubenp8
foto:iloveshinchan.com

Respon (5)

  1. Wah wah petualang menegangkan sampai ke Kampung Naga, nyesal waktu kerja di Majalengka gak sempat ke sana atau keliling Garut dan Tasikmalaya, cukup sampai perbatasannya aja:)

    1. Harus kesana Bossss,…pokoknya kalau ada acara kantor atau kemana, ikutlah jalan dengan mereka ke tempat2x baru..biar nggak sumpek dan melihat hal baru. Mosok nunggu usia 60-an baru mau travelling?? C’mon… :nohope

  2. Kabar menggembirakan –> Biaya Tour Dikembalikan 100% oleh Sinchan..http://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif — Thank God,ada tanggung – jawab juga terhadap komplenan pelanggan- http://ketikketik.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yes.gif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *