Boleh dibilang sebelumnya saya termasuk simpatisan Partai Gerindra dan Pak Prabowo Subianto yang seakan memberi harapan dengan keinginannya menjadi presiden. Bahkan sudah ada rencana akan rutin membuat tulisan dukungan di sebuah situs khusus tentang Pak Prabowo untuk menjadi presiden.
Tetapi jujur, ketika dalam kampanye Pemilu yang baru berlalu saya menemukan cara kampanye yang kurang simpati dilakukan oleh pendiri Partai Gerindra dengan melakukan sindiran atau serangan ke pribadi lawan politiknya. Dalam hal ini khususnya ke Pak Jokowi.
Bagi yang masih memiliki hati dalam berpolitik, apa yang dilakukan Pak Prabowo tentu akan dianggap kurang etis dan tidak satria. Semestinya dalam kampanye itu adalah memaparkan visi dan misinya sebagai seorang pemimpin. Bukannya malah sibuk menyerang lawan.
Apalagi kemudian tindakan kurang simpati diikuti oleh pelayan setia Pak Prabowo yang menjabat wakil ketua umum partai, Pak Fadli Zon. Bermodalkan kata-kata puitis namun menyerang sadis. Jelas-jelas serangannya ke sosok Pak Jokowi. Walau tak menyebutkan nama. Sudah sadis, licik lagi tak berani menyebutkan nama. Bahwa ia memang sedang menyerang sosok Pak Jokowi.
Rasa simpati semakin luntur dengan kelakuan politisi semacam ini. Apa yang bisa diharapkan ketika nanti menjadi bagian dari kekuasaan?
Setelah tak mempan menyerang Pak Jokowi dengan puisi-puisinys, Pak Zon ini berganti haluan dengan menyerang para pendukung Pak Jokowi dengan label ‘Pasukan Nasi Bungkus’. Bicara nurani dengan embel-embel dosa dan neraka.
Ini semakin tak membuat simpati. Kenapa tak berpikir dengan caranya menyerang dan menghina Pak Jokowi dalam puisinya tak merasa berdosa? Karena isinya sebagian adalah fitnah.
Soal blusukan misalnya. Jarang-jarang ada pemimpin yang mau langsung turun langsung ke lapangan berbaur dengan rakyat untuk mengetahui masalah yang sebenarnya. Tak heran apa yang dilakukan Pak Jokowi mendapat apresiasi internasional. Lah, ini sama anak bangsa sendiri malah dihina?
Kalau bicara nurani, ke manakah nurani? Apakah yang dilakukan Pak Zon dengan menyerang dan menghina Pak Jokowi itu sudah sesuai nurani? Jelas ini tak lebih dari membela kepentingan dan yang bayar. Walau memang dalam bentuk nasi bungkus.
Dalam puisi terbarunya, Pak Zon ‘Pasukan Nasi Bungkus’ ada beberapa kalimat yang saya garis bawahi untuk dikutip:
[Menyerang lawan tak pernah gentar
Patuh setia pada yang bayar
Kami pasukan nasi bungkus
Hidup dari cacian dan fitnah harian
Tetap gagah bertopeng relawan
Kami pasukan nasi bungkus
Inilah yang namanya “Pelacuran” sastra, membuat karya sastra demi uang…menyedihkan….
Demi membela yang bayar barangkali ya, Mbak Anita. Pertanyaannya apakah FZ akan membuat puisi yang sama bila saat ini beliau adalah kader PDIP?
hmmm…. keaslian seseorang akan nampak apakah “nasi bungkus” ataukah “nasi chicken teriyaki”..masyarakat yang menilai…
Hehhe….saya yakin, yang masih punya akal sehat akan bisa merasakan, kalau FZ memang bicara soal nurani dan dosa, pertanyaan saya, apakah bila saat ini ia adalah kader PDIP akan lahir puisi2nya seperti saat ini? Bisa jadi puisinya malah tentang penculikan 1998 itu hehhe
be positive thinking Bro 😀
Filosofi pendidik: Setiap Manusia Adalah Baik 😀
setubuh.. eh.. setujuh.. :ngacir: