Siapa yang tidak mau memberikan perawatan yang terbaik di rumah sakit bonafid untuk orangtua atau saudara yang sakit? Kalau bisa masuk ke kelas VIP atau minimal jelas satu. Tapi kalau mampunya cuma bisa masuk rumah sakit biasa dan kelasnya pun bukan kelas satu, bagaimana?
Kebetulan belum lama ini, kakak ipar kembali harus masuk rumah sakit lagi, setelah berobat ke Penang, Malaysia. Rencananya awal bulan ini ada jadwal ke sana lagi. Tapi mendadak kondisinya drop dan buru-buru masuk rumah sakit yang ada di Tangerang. Beruntung masih bisa dapat kamar kelas satu. Tidak ada masalah, sehingga kita yang mau besuk tidak terkendala waktu.
Rupanya rekan di pabrik orangtuanya juga masuk rumah sakit yang kelasnya standar. Sebab itu, katanya, ia dikomplain sama saudara-saudaranya. Kenapa tidak dimasukkan ke rumah sakit yang lebih bagus. Loh, bukannya bagus?
Iya bagus, kalau itu saudara mau tanggung biayanya. Ini cuma bisa protes saja. Tidak tahu kondisi keuangan yang ada. Demikian uneg-uneg teman ini.
Umumnya memang begitu. Kita cuma bisa protes dan komplain tanpa mau berusaha memahami kondisi hal yang diprotes. Padahal apa yang dilakukan sudah yang terbaik sesuai kemampuan yang ada.
Hari-hari gini, kemampuan kita memang lebih banyak bisa menyalahkan dengan segala kondisi yang ada tanpa mau mencoba memahami atau memberikan solusi. Ada baiknya kalau tidak bisa membantu atau memberi solusi lebih baik diam. Karena kita bukannya membantu, justru membebani. Seperti keadaan yang dialami teman ini. Sudah orangtua sakit, saudara malah menyalahkan dengan kemampuannya dengan masuk ke rumah sakit yang ada.