Bila dunia nyata adalah panggung sandiwara, dunia maya jadi panggung kebodohan anak manusia.
Panggung Kebodohan
Orang-orang pintar bisa tampak bodoh di panggung media sosial ketika akal sehat tiada. Apa yang takpantas pun di unggah ke dunia maya. Hal yang pribadi pun ditampilkan dengan nyata. Takada risih kehilangan rasa.
Yang tak seharusnya dibicarakan disampaikan dengan tanpa rasa malu. Takpeduli ada yang tersakiti. Bodoh amat.
Bermaksud mempertunjukkan kepintaran yang terjadi sebaliknya. Jadi bodoh adanya. Nafsu ingin jadi yang pertama membuat banyak orang tak berkenan. Menyebar berita tak karuan.
Oleh ketaktahuan pada masalah bisa marah-marah, mempermalukan orang lain, atau membuka aib orang tanpa memikirkan akibatnya.
Bisa juga tahu apa yang tidak pantas, tetapi tetap dengan berani mencaci maki, menghina, dan yang paling miris buka aib sendiri. Entah apa yang dicari selain hanya kebablasan.
Yang paling miris juga adalah bila yang bicara itu tokoh agama. Sejatinya menyejukkan, malah memanaskan suasana. Alih-alih dengan kata yang bijak, yang ada bernama provokasi.
Media sosial bila takbijak menggunakan, benar-benar menjadi ajang pamer kebodohan, walaupun tetap merasa dirinya pintar. Taksadar menjadi bahan tertawaan dunia.
Pemuas Keinginan
Dunia media sosial memang menggoda dan orang berlomba-lomba untuk pamer apa saja dan atas nama apa pun. Bisa untuk jadi populer, pemuasan keinginan, cari uang, atau keisengan semata.
Nafsu keinginan setiap manusia sedemikian buas. Di media sosial semua bisa melepaskan dengan merajalela. Baik secara nyata maupun berlindung di balik kepalsuan dirinya.
Saat ini media sosial memang menjadi alat yang paling mudah untuk melampiaskan segala keinginan yang tak tersalurkan di dunia nyata.
Keinginan untuk terkenal misalnya menjadi hal yang begitu menarik banyak orang melakukannya. Walaupun dengan cara yang tak pantas.
Contoh lain, di dunia nyata sesunggungnya tak punya nyali, tetapi di dunia maya jadi berani mencaci orang yang dibenci. Keinginan terpenuhi. Tidak peduli akan apa yang terjadi di kemudian hari.
Apakah kita mau turut serta ambil bagian?
Sejatinya kehidupan mengajarkan kepada kita untuk menjadi bijak dan menggunakan akal sehat.
Jangan jadikan media sosial sebagai panggung untuk mempermalukan diri sendiri dan melukai orang lain.
Namun bisa kita jadikan sebagai panggung untuk menyebarkan kebaikan dan kesejukan. Sebagai jalan untuk peduli dan cinta dengan kemampuan yang kita miliki masing-masing.
Kita pasti bisa melakukan, walaupun dengan cara yang sederhana. Menyebarkan kebaikan yang orang lain lakukan atau membagikan tulisan yang memberikan harapan dan kekuatan.
Sederhana. Apakah kita memiliki hati yang sederhana untuk melakukannya? Itu masalahnya.