Joko Widodo bisa jadi menjadi nama yang mencapai tingkat popularitas nasional paling cepat.Dalam hitungan beberapa tahun, nama Gubernur DKI Jakarta ini sudah menggema dari Aceh sampai Papua. Lantas, siapakah Jokowi?
Dari Bantaran Bengawan Solo
Terlahir dengan nama Mulyono di Surakarta, 21 Juni 1961. Jokowi merupakan anak sulung pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Orangtuannya adalah orang sederhana. Ayahnya seorang tukang kayu yang hidup bersama keluarga di bantaran Sungai Bengawan Solo.Tak heran bila, Jokowi pernah mengungkapkan bahwa tak kurang dari tiga kali keluarganya menjadi korban penggusuran.
Jokowi menjalani pendidikan di SDN III Tirtoyoso, berlanjut ke SMPN I Solo. Kesulitan hidup yang dialaminya di masa itu membuat Jokowi sudah terbiasa bekerja sejak kecil. Berdagang kecil-kecilan, jadi ojek payung hingga kuli panggul pernah dia dijajali. Membantu ayahnya sebagai tukang kayu termasuk di antaranya. Pendidikan SMA dijalani Jokowi di SMAN 6 Solo. Dia kemudian memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Gelar insinyur diraihnya pada tahun 1985.
Dengan gelar insinyur di tangan, dia kemudian merantau ke Aceh dan bekerja pada sebuah BUMN. Setelah setahun lebih menjadi karyawan BUMN, dia memutuskan kembali ke kota kelahirannya. Di Solo, dia bekerja pada sebuah perusahaan mebel. Dengan pengalaman yang ditimbanya sejak masa kecil dan bekal dari perusahaan yang mempekerjakannya, Jokowi kemudian memutuskan untuk merintis usaha mebel sendiri. Rumah keluarga dijadikan jaminan untuk mendapat pinjaman modal usaha dari bank.
Berkat ketekunannya dalam usaha dibarengi kebiasaannya untuk terus mengevaluasi hasil kerja dan berinovasi, perusahaan yang dirintis Jokowi dapat berkembang. Dia sendiri turun tangan mulai dari proses desain, pengerjaan, hingga marketing. Dari produksi untuk level Kota Solo, mebel karya perusahaan Jokowi mulai merambah pasar mancanegara. Agar tak kalah dalam persaingan mebel global, Jokowi kerap berkeliling ke sejumlah negara untuk mengikuti ajang pameran dagang. Selain menampilkan produk-produk sendiri, Jokowi menggunakan ajang tersebut untuk mempelajari kualitas dan tren produk mebel. Kiat perjalanan bisnis tersebut membuahkan hasil dengan tetap eksisnya usaha mebel Jokowi.
Saat baru merintis karir, Jokowi menikahi Iriana yang telah dipacarinya selama empat tahun. Cincin kawin seharga Rp 24.000 yang salah satu saksi cinta mereka yang diresmikan pada 24 Desember 1986. Buah sulung pernikahan mereka, Gibran Rakabuming Raka lahir setahun berselang, tepatnya pada 1 Oktober 1987. Kemudian hadir pula Kahiyang Ayu (22) dan Kaesang Pangarep (18) dari pernikahan Jokowi-Iriana.
Masuk Politik – Pemerintahan
Langkah pertama Jokowi ke dunia politik adalah dengan menjadi calon Walikota Solo tahun 2005. Bersama FX Hadi Rudyatmo, pasangan ini diusung oleh PDI-P. Joko-Rudy yang juga didukung PKB ini akhirnya muncul sebagai pemenang dengan raihan 36,62% suara.
Berbekal pengalaman sebagai pengusaha, Jokowi berupaya melakukan “rebranding” pada kota kelahirannya. “The Spirit of Java” menjadi motto yang dipilihnya. Tata kota diprioritaskan, termasuk dengan melakukan renovasi pasar tradisional dan relokasi pedagang kaki lima. Pembenahan transportasi publik pun ikut menjadi perhatiannya. Bus Batik Solo Trans, Prambanan Express Train (kereta komuter Solo-Yogya), serta Sepur Kluthuk Jaladara (kereta wisata) menjadi bagian dari proyek Jokowi.
Tata kelola pemerintahan diperbaiki, terutama pada aspek layanan. Efisiensi dan efektivitas layanan yang menjadi prinsip bisnis diterapkan pula pada pemerintahan. Alhasil, Kota Solo mendapat banyak penghargaan atas inovasi baru yang dilakukan.
Selain itu, branding Solo diwujudkan dengan menjadi tuan rumah bagi kegiatan seni-budaya dari level nasional maupun internasional. Solo Batik Carnival menjadi salah satu agenda tahunan yang diprakarsai Jokowi. Festival Musik Dunia 2007 diadakan di Benteng Vastenburg, Solo, juga menjadi salah satu bukti usaha Jokowi.
Berkat kesuksesan tersebut, tak heran bila Jokowi-Rudy kembali terpilih dalam Pilkada Kota Solo 2010. Kali ini raihan suaranya sangat signifikan, di atas 90 persen suara pemilih. Periode kedua ini tak diselesaikan Jokowi yang memilih naik level dengan mengikuti Pilkada DKI Jakarta. Jabatan Jokowi dilanjutkan wakilnya, Rudy.
Kesuksesan Jokowi di Solo mendatangkan berbagai penghargaan di level nasional dan beberapa penghargaan internasional. Potensi ini diangkat oleh PDI-P pada level yang lebih besar dengan mengusung Jokowi sebagai calon gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Berkoalisi dengan Partai Gerindra, PDI-P memajukan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pasangan cagub-cawagub. Jokowi-Ahok secara mengejutkan mengungguli pasangan Fauzi Bowo (incumbent) – Nachrowi Ramli yang unggul dalam berbagai survei terakhir, serta tiga pasangan calon lainnya.
Jokowi-Ahok bersama pasangan Foke-Nara kemudian bertarung di putaran kedua Pilkada DKI. Hasilnya, Jokowi-Ahok muncul sebagai pemenang dengan perolehan 53,82% suara. Kemenangan tersebut disahkan KPU DKI pada 29 September 2012. Pada 15 Oktober 2012 Jokowi-Ahok dilantik sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Capres
Semenjak menjabat Gubernur DKI, popularitas Jokowi ikut terdongkrak. Kontinuitas pemberitaan dari Ibukota , didukung oleh keterbukaan personal Jokowi dalam menerima siapa saja, termasuk media massa, ikut membantu melambungkan nama pria asal Solo ini. Program blusukan mendapat perhatian khusus dan membuat penggemar musik metal ini dekat dan dikenal masyarakat banyak.
Hal itu tak luput dari pencermatan partainya yang tengah menjajal beberapa nama untuk diusung sebagai capres dalam Pilpres 2014. Mayoritas survei pada 2013 hingga awal 2014 menempatkan Jokowi pada pemuncak capres terpopuler dan memiliki angka elektabilitas tertinggi. Tak mengherankan bila pada 14 Maret 2014 Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berbesar hati mengumumkan nama Jokowi sebagai capres yang diusung Partai Banteng Moncong Putih.
Jalan Jokowi sebagai capres tidak mulus. Salah satu penyebabnya adalah raihan suara PDI-P dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014 yang tak sesuai target awal. Hasil hitung cepat dan exit poll menunjukkan jumlah suara yang diraih PDI-P berada pada kisaran 19 persen. Angka tersebut belum memenuhi syarat pengajuan capres (presidential threshold), yakni 25% total suara pemilih atau 20% kursi parlemen. Pilihan paling masuk diakal bagi PDI-P adalah mencari pasangan koalisi untuk mengamankan pencalonan Jokowi.
Penulis : Elmo Febry