Gaya  

Perlunya Revitalisasi Jiwa-jiwa Kepahlawanan Di Era Modern

 

pahlawan            10 November 1945 silam adalah bukti betapa kuatnya persatuaan bangsa saat itu dalam memukul mundur si penjajah di bumi pertiwi sebagai bentuk perwujudan mempertahankan kesatuan NKRI dan kemerdekaan yang sudah kita proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Kita semua mengetahui gigihnya mereka dalam mengusir penjajah. Padahal, pasukan penjajah itu dalam jumlah banyak dan senjata yang mereka gunakan sangatlah canggih, tidak sebanding dengan apa yang para pahlawan kita pergunakan. Tapi, fakta di lapangan tidak sedikit pun merontokkan semangat juang para pahlawan kita. Justru mereka, si penjajahlah yang kewalahan dan morat-marit dalam melawan serangan dari para pahlawan kita. Sehingga kemenangan pun tetap berada di tangan kita.

            Sungguh, betapa luarbiasanya para pahlawan kita terdahulu. Mereka begitu lebih mengutamakan kepentingan bersama (bangsa:red) ketimbang mengutamakan ego sendiri. Mereka rela berkorban jiwa dan raga demi bangsa. Bahkan mereka relakan nyawa mereka sendiri demi terwujudnya bangsa yang bebas dari segala bentuk penjajahan di bumi pertiwi. Namun ironis! Semakin berkembangnya zaman, jiwa-jiwa kepahlawanan ini semakin terkikis. Semangat patriotisme dan jiwa nasionalisme yang dulu sangat mendarah daging, kini semakin kehilangan taring.

            Peringatan hari Pahlawan seharusnya dapat dijadikan momentum untuk menumbuhkan heroisme atau jiwa kepahlawan baru ditengah berbagai tantangan yang merongrong bangsa ini. Namun, lagi-lagi bangsa ini belum bisa melek. Sehingga bahaya masih akan terus mengancam karena kurangnya rasa apresiasi terhadap jasa para pejuang terdahulu. Padahal, jika kita pikirkan dengan jeli, tanpa pengorbanan dan perjuangan mereka (para pahlawan:red) mustahil rasanya kita dapat mewujudkan impian kita, yakni merdeka. Sepinya refleksi atas nilai-nilai kepahlawanan beberapa waktu ke belakang ini harus dievaluasi. Kita harus lebih berani melakukan otokritik agar jiwa kepahlawan tidak pudar atau mati.

            Tengoklah definisi bangsa dari seorang filsuf politik Perancis Ernest Renan yang mendefinisikan bangsa sebagai “A nation is therefore a large-scale solidarity, constituted by the feeling of the sacrifices that one has made in the past and of those that one is prepared to make in the future” (Ernest Renan dalam Eley & Sunny, 1996: 41-55). Semangat seperti itulah yang harus ditumbuhkan. Semangat kebersamaan, memiliki cita-cita serta tujuan yang sama yang harus kita contoh dari para pejuang tempo dulu yang telah berhasil membawa bangsa ini merdeka.

            Sayangnya, di usia yang ke-68 setelah kemerdekaan ini, di usianya yang tidak muda lagi, nilai-nilai jiwa kepahlawanan itu semakin memudar. Padahal, seharusnya spirit jiwa kepahlawanan dapat dijadikan pengikat emosi kebangsaan dan kebersamaan kita di tengah maraknya upaya untuk membuat sekat-sekat di antara sesama anak bangsa yang mengancam keutuhan NKRI. Yang lebih memprihatinkan, banyak diantara kita yang merasa bahwa peringatan hari pahlawan dan hari-hari bersejarah lainnya hanyalah sebagai bentuk seremoni belaka, merupakan agenda rutin setiap tahunnya, dan tanpa pernah ada tindak lanjut kedepannya untuk kemajuan bangsa ini.

           Jika ada pun langkah yang dilakukan, bangsa ini terkadang jatuh di kesalahan yang awal, bak keledai dungu yang jatuh dilubang yang sama. Lihat saja saat ini. Kebangsaan sering dimanipulasi untuk menjaga dan melanggengkan kekuasaan. Yang terjadi kemudian, sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini dapat dieksploitasi dengan sebebas-bebasnya, bahkan mirisnya sampai digadaikan kepada pihak asing, seperti halnya Freeport.

            Hutan-hutan yang semula rimbun, disulap menjadi gundul akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Praktek penebangan hutan liar semakin menjadi-jadi. Seolah praktek tersebut merupakan praktek yang sah. Padahal, jelas sudah ini merupakan illegal loging. Akibatnya, sederet bencana alam pun menimpa bangsa ini. Penduduk asli mulai dari Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua pun menjerit karena justru dijajah oleh sesama anak bangsa sendiri yang berkolaborasi dengan modal asing. Inilah hal yang memperparah keadaan bangsa ini.

            Hal yang tak kalah sangat memprihatikannya adalah bobroknya perilaku para pejabat bangsa ini. Orang-orang yang sudah terpilih sebagai wakil rakyat yang seharusnya pro terhadap rakyat, justru malah memperkaya diri dengan praktek korupsinya, penuh dengan kamuflase hipokrisi, dan ironi yang merebak di berbagai aspek bangsa ini. Era globalisasi yang tidak bisa dibendung seperti sekarang ini ditambah dengan ideologi pasar bebasnya semakin menambah orang yang duduk di birokrasi menjadi-jadi untuk memenuhi nafsunya. Mereka terhipnotis untuk menjadi seorang yang oportunis. Tidak ada lagi rasa peduli terhadap sesama. Mereka disibukkan demi kepentingan dan keuntungan pribadi semata.

            Kekayaan bangsa yang melimpah ini, lambat laun dikikis sejadi-jadinya. Motto yang dulu diagungkan oleh para pahlawan yakni “Merdeka atau Mati” dalam mempertahankan NKRI dianggap sesuatu yang sudah basi. Semangat atau pun jiwa-jiwa kepahlawanan sudah benar-benar terkikis, bahkan hampir punah dan mati. Kata soliderasi yang dulu sangat diagungkan oleh para pahlawan kita lenyap ditelan sifat egosentris. Kebobrokan di berbagai level sendi kehidupan kita sekarang ini pun sudah bisa terlihat. Betapa ironinya bangsa ini. Di usianya yang sudah tidak muda lagi sungguh tidak bisa menghargai pengorbanan para pahlawan. Sekali pun ada rasa hormat, itu tak jauh dari omong kosong belaka atau sekadar ucapan manis yang terlontar dalam lisan.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang senantiasa menghargai jasa-jasa para pahlawannya.Sayangnya, sebagian dari kita terkadang mengerdilkan diri. Menganggap hal-hal tersebut adalah sesuatu yang basi, kuno, dan tidak sesuai dengan zaman sekarang ini akibat dari lebih mengagungkan kekuasaan dan uang. Dengan uang dan kekuasaan, taman pahlawan yang sejatinya harus dijaga pun bisa saja dijual oleh para pecundang.

            Berdasarkan ulasan beberapa permasalahan diatas, maka jelaslah sudah bahwa kita perlu merevitalisasi jiwa-jiwa kepahlawan di era modern ini. Tujuannya untuk mengembalikan nilai-nilai jiwa kepahlawanan yang tertanam dalam diri para pahlawan terdahulu. Sehingga, nantinya kita tidak menjadi bangsa pecundang yang menjadi bulan-bulanan negeri luar sana. Kembalikanlah martabat bangsa ini seperti dulu.

            Berikut ada beberapa aspek dalam kehidupan ini yang perlu diberlakukannya revitalisasi jiwa-jiwa kepahlawan, diantaranya :

  1. Bidang Sosial

Didalam bidang sosial ini, jiwa kepahlawan yang mesti ditumbuhkan adalah semangat solideritas dan peka terhadap sesama. Pada zaman perjuangan dulu, tentu ini menyangkut bagaimana bisa menjalin kerjasama yang baik antar sesama pejuang bangsa dalam membuat strategi mengusir penjajah. Namun, konteknya dengan keadaan sekarang ini adalah kita harus lebih peka untuk membantu sesama manusia. Misalnya, ketika ada orang yang membutuhkan bantuan, maka bantulah orang itu semampu kita. Contoh lainnya, ketika kita berprofesi sebagai seorang Dokter, maka buatlah pengobatan gratis kepada mereka yang membutuhkan pertolongan.

  1. Bidang Ekonomi

Jiwa kepahlawan yang meski ditumbuhkan dalam aspek ini adalah sikap lebih mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang ego sendiri. Banyak pejabat berdasi yang duduk di kursi birokrat sana yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan sendiri saat ini. Padahal, sebelum mereka terpilih, mereka telah berjanji akan memprioritaskan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jadi, perlulah bagi mereka yang duduk di kursi birokrat untuk membuat suatu kebijakan yang sangat menguntungkan rakyat. Contohnya : tinggikanlah anggaran dana untuk masyarakat yang kurang mampu, buang jauh-jauh sifat bobrok KKN, dan kamuflase hipokrisi.

  1. Bidang budaya

Aspek ini tidak kalah pentingnya dalam menumbuhkan jiwa-jiwa kepahlawanan. Malah, di aspek inilah yang sekiranya memberikan konstribusi besar dalam membuat revitalisasi jiwa-jiwa kepahlawanan. Misalnya: menggalakan perlombaan yang bertajuk kepahlawanan yang tidak hanya terpatok pada saat peringatan hari Pahlawan saja. Sehingga nantinya banyak orang yang akan terangsang untuk tetap menumbuhkan jiwa kepahlawanannya. Contoh lainnya, kita sebagai generasi muda bangsa ini harus pandai menyaring (filter:red) budaya-budaya luar yang masuk ke negeri kita. Jangan sampai kita termakan virus kebobrokan yang mereka sebarkan. Satu hal yang perlu ditekankan adalah menumbuhkan kebanggaan dalam memakai produk dalam negeri.

  1. Bidang Politik

Di era sekarang ini, politik sangatlah mendominasi aspek kebangsaan. Maka, sudah sepantasnyalah jika jiwa-jiwa kepahlawan terus tumbuh di aspek ini. Sehingga akan terbentuklah jiwa-jiwa pahlawan didalam sosok pahlawan konteks masa kini. Tidak ada yang namanya suap menyuap, sogok menyogok, dan main tusuk dari belakang. Politik haruslah bersih dari berbagai macam skandal. Rakyat (kepentingan bersama:red) lah yang harus diutamakan.

  1. Bidang Hukum

Yang paling menonjol dalam aspek ini terlihat pada saat seorang hakim memutuskan sebuah perkara hukum kepada terdakwa. Jangan sampai, orang yang seharusnya dihukum malah bebas berlenggang kangkung. Tapi orang yang tidak bersalah, justru malah dikurung di penjara. Keadilan harus menjadi prioritas dan ditegakkan. Jangan butakan hukum hanya karena uang.

  1. Bidang Keamanan

Sudah barang tentu, ini merupakan aspek yang tidak kalah krusialnya. Didalam aspek ini mempunyai peranan penting dalam menjaga keutuhan NKRI masa kini. Orang yang lebih mengemban penuh dalam aspek ini adalah TNI, POLRI, dan ABRI. Namun, kita pun sebagai warga Negara Indonesia yang baik harus tetap berusaha menjaga keutuhan dan persatuan NKRI ini dengan semangat patriotisme dan nasionalisme yang tertanam dalam diri kita.

Kesimpulan saya dalam esai ini adalah merevitalisasi jiwa-jiwa kepahlawanan di era modern ini dalam berbagai aspek sangatlah penting. Dari semua aspek yang saya sebutkan diatas setiap dari kita tentu mempunyai peranan. Kembangkanlah apa yang menjadi bakat dan keahlian kita agar kita bisa menjadi pakar di berbagai bidang di kehidupan ini. Karena menjadi seorang pahlawan itu bukan hanya identik dengan ikut berperang, mengangkat senjata, dan terjun dalam pertempuran. Karena ini konteksnya sudah berbeda dengan era sekarang. Dengan kita menjadi seorang ahli di berbagai bidang yang sekiranya sangat memiliki pengaruh dalam kemajuan bangsa ini, kita sudah bisa dikatakan sebagai seorang pahlawan. Jika kita menyadari, sebenarnya bangsa ini masih terjajah. Maka solusinya, semua pihak harus peduli dan senantiasa menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan, semangat patriotisme, dan jiwa nasionalisme kedalam diri. Jika kesemuanya itu sudah baik, maka saya yakin bangsa ini akan semakin makmur dan sejahtera. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan semakin solid terjaga. Tidak ada lagi yang lupa tanggal 10 november diperingati sebagai hari apa. Tidak ada lagi yang nantinya mengatakan memperingati hari Pahlawan adalah seremoni belaka. Tidak ada lagi yang mengatakan bahwa Motto “Merdeka atau Mati” yang diagungkan para pahlawan terdahulu sebagai sesuatu yang basi. Tidak akan ada lagi yang berani menginjak harkat dan martabat bangsa ini. Karena kita menyadari, mengaku, dan menghargai semua jasa-jasa para pahlawan kita. Kita ingin meneruskan cita-citanya yang belum terwujud dan kita akan melestarikan jiwa-jiwa kepahlawanan yang tertanam dalam diri mereka.

“Merdeka atau Mati” NKRI adalah harga mati !!!

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *