Gaya  

Merintih Dalam Kaya

seribupilihan blogspot com
seribupilihan blogspot com

Si Mardot itu, nama abangku. Si Tajirlah julukannya di kampungku. Tiada jurus untuk miskin, katanya. Papah itu hina, buruk, keji dan kere itu tetanggaan dengan kufur, ucap lagi. Orang kayak kalau ngomong memang asyik didengar. Meyakinkan!. Cara batuknya aja enak kedengaran, beda jauhlah jika si miskin yang uhuk..uhuk..uhuk. Orang-orang kok kesannya gak nyaman, apa memang rezeki batuk itu sesuai kelas sosial dan topografi kaya dan miskin?

Bukan begitu barangkali, bukan batuknya yang salah. Tapi sumber batuk itulah yang diperdebatkan, dibesar-besarkan.

Aku teringat juga, seorang guru sekaligus kritikus sosial pedesaan. Katanya: “Kalian itu diskriminatif banget. Saat aku yang guru miskin ini, terbaring sakit, delapan hari, rumahku sepi tanpa kunjungan dan bezuk-bezuk dari Anda semua. Giliran bupati yang sakit, duh Anda berbondong-bondong dan berdandan rapi”, sentil guru kere itu.

“Jangankan demam atau tipus, bupati batuk-batuk saja, Anda sudah cari perhatian. Maaf Pak Bupati kurang enak badan? Huuuuh, jilatanmu menyengatku”, ejek guru itu lagi. itu cuapan-cuapan dan ucapan-ucapan nyeleneh Sang Guru atas gejala sosial ‘perbatukan’ ala orang kaya Vs orang kere.

Baca juga :  Menjadi Petani Why Not...?

Dan, saat abangku batuk-batuk, Si Kaya raya itu mengeluh. Pasalnya: usaha ternak unggasnya merugi hanya 12 juta. Apa arti 12 juta bagi abangku yang depositonya di bank sudah mencapai 800 Milyar. Ia aktif ngomel-ngomel di depanku, menyesali kesalahan alam -banjir- hingga proses pengangkutan disendat di medan berat, membuatnya rugi.

Aku sebagai adiknya, lelah mendengar ocehannya yang menyalahkan bencana alam. Pokoknya, rugilah dia, rugi dan rugi. Wah, orang kaya saja kalau merugi nangis-nangis yah, gimana dengan yang kaum tak mampu? Bukan nangis lagi, tapi jingkrak-jingkrak karena efek laparnya. Saking gak mampunya menahan derita hidup.

Baca juga :  Surat Dari Magelang, Sebuah Appresiasi Atas Tulisanku Tentang Scammers

Lalu, tak tahan juga Si Adik bernasehat, ia ingat sekali wejangan seorang sufi: “Janganlah engkau memandang dan berangan-angan pada kenikmatan hidup yang  diberikan Allah Ta’ala  berupa kekayaan harta yang banyak dan berlimpah ruah; Sebab hal itu dapat membuat engkau lupa untuk mensyukuri nikmat atas hal-hal kecil yang telah dianugerahkan Allah kepadamu; Padahal hartamu yang sedikit jauh lebih membahagiakan dirimu dibandingkan mereka yang memiliki harta yang banyak”

Abangku itu tersungkur, gemetar dan menangis sejadi-jadinya. Bisikku: “Syukurlah abangnya sudah insyaf”. Abangku sambil mengusap air matanya, ia berujar: “Yang 12 juta itulah yang kutangisi, bukan nasihatmu”

Mardot Mardot, dasar bebal nikmat. Entah terbuat dari apa hatimu itu. Padahal masih kelewat banyak nikmat kecil yang engkau sepelekan tapi tak jadi kusampaikan karena batinmu telah tertutupi oleh angan-angan nikmat dunia???

Respon (3)

  1. Hmm Pak Armand,kalau kakaknya punya deposito 800 milyar,minimal adiknya pasti ada sekurang kurangnya 80 miliar,,,hmmm nggak salah saya selalu dekat dekat dengan Pak Armand ..hehhe…Oya,bagaimana cara batuk orang kaya ? aya aya ayaa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *