Belajar dari Hal yang Menyebalkan

naylabintanghatiku.wordpress.com

Entah berapa banyak kejadian yang tak berkenan atau menyebalkan yang harus kita alami dalam sehari saja. Yang membuat kita kehilangan keceriaan dan bahagia.

Apalagi kita banyak berada di jalanan atau berhubungan dengan banyak orang dalam beraktivitas. Sudah menjadi risiko keseharian yang mau tidak mau harus dihadapi.

Mengalami kejadian-kejadian yang menyebalkan itu pasti akan melelahkan, tidak menyenangkan hati dan membuat emosi tak stabil.

Ada yang bisa meledak ketika mengalami kejadian dengan menumpahkan amarah. Tapi ada pula yang harus menahan diri demi menjaga image di tempat kerja. Lalu melampiaskan emosinya di rumah.

Mengalami kejadian yang tidak menyenangkan hati dan menyebalkan ini setiap hari bila tanpa ada solusinya atau pengendalian diri, maka lama-kelamaan akan membuat kita mengalami sakit mental atau stres.

Banyak hal-hal sepele saja seringkali harus membuat kita senewen karena emosi yang tak terkendali. Menonton sinetron yang pemainnya marah-marah terus membuat kita dongkol sampai mengeluarkan kata-kata kotor.

Baca juga :  Kisah Bahagia Wanita Indonesia yang Bertemu Soul Mate Lewat Internet

Bisa jadi hanya gara-gara sebuah berita di media emosi kita bisa terganggu atau cuma karena sebuah komentar kritikan di tulisan kita dapat membuat kita sebal sampai semalaman tidak bisa tidur.

Bahkan mungkin timbul benci sama si komentar. Akhirnya menjadi beban sepanjang malam. Karena ada ketidak-relaan untuk menerima.

Mengapa emosi kita sedemikian mudah terpancing ke luar atas setiap kejadian yang tidak menyenangkan itu?

Sebab kita masih memiliki dualiasme senang dan tidak menyenangkan. Hati kita masih memiliki diskriminasi. Hal yang menyenangkan, membuat kita gembira. Sebaliknya yang tidak menyenangkan, memancing amarah.

Parahnya lagi hal ini sudah menjadi persepsi, sehingga kita menganggapnya sebagai hal yang wajar.

Baca juga :  Bukan Ibu Yang Sebenarnya

Mungkin saja kita akan terbelenggu dalam persepsi ini sepanjang hidup apabila tidak menemukan sebuah kesadaran pada waktunya.

Kesadaran untuk memperlakukan hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dengan hati yang sama. Bisa menerima kejadian yang menyenangkan pun tidak menolak peristiwa yang tidak menyenangkan. Keduanya dirangkul bagaikan sahabat.

Tentu hal ini tidak demikian mudah untuk disikapi. Sebab tembok keakuan yang menjadi penyebabnya sungguh kokoh untuk dirobohkan. Perlu kesabaran dan ketekunan dalam mengolah batin kita, sehingga dualisme dapat semakin diminimalkan.

Dengan meminjam kejadian-kejadian dalam keseharian inilah kita dapat belajar untuk sedikit demi sedikit menaklukkan tembok keakuan, sehingga kelak wajah asli kita akan menjadi tuan rumah.

@refleksihatidipagihari

Author

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *