
Kayak judul novelnya mira w. ya?? It was a long – long time ago, novel – novel semacam ini merajai dunia penulisan. Sampai sekarang suka sih, buat saya novel – novel mira w. , bagaikan tiramisu. Enak, manis, lembut dan sangat menghibur. Walaupun akhir – akhir ini saya lebih ‘menggilai’ novel – novel Paolo Coelho yang bagaikan menu diet ketat. Isinya wortel dua, buncis lima dan air putih, bwahaha... Mungkin karena usia, jadi saya perlu ‘diet.’ Tapi kembali ke judul, ‘jika cinta boleh memilih’, yuuuk…
Rasanya baru kemarin, padahal sudah berbelas tahun lalu. Ada anak baru di kantor, seorang pemuda ganteng. Yang wanita – wanita single (termasuk saya), rada heboh. Sayangnya (atau untungnya), saya sudah punya pacar, (Jyaaah!). Ya, yang sekarang jadi mantan pacar ini, bekas atlet sepak bola yang sangat membosankan! Saya sendiri bosan kok selalu pacaran dengan dia, mungkin orang yang melihat juga bosan dan menyerah, kok masih saja dengan dia. Well, this is commitment. Bukan masalah saya dan dia, tetapi masalah janji diatas materai. Katanya muda dan dewasa, usahakan bertanggung – jawablah! Masih usaha ya, .. hingga maut memisahkan. Jadi nggak perlu juga digembar – gemborkan kesana – sini, kalau pernikahan kita paling tokcer dan yahuud. Lha, kadang besok makan apa saja bingung, … soalnya belum masak. Bwahahaha,…
Seorang teman wanita yang usianya dua tahun diatas saya suatu ketika memfoto-copy KTP pemuda tersebut dan membaca angka tahun kelahirannya. Mendadak girang banget, “Eh, cowok ini usianya dua tahun diatas saya!..” Katanya serasa mendapat durian runtuh. Saya menjawab sok cool, “Malah dia,… usianya empat tahun diatas saya!” Dalam hati saya sudah tahu niat teman wanita ini ingin pedekate dengan si pemuda ganteng. Mana orangnya gaul, bawa mobil (kadang), lalu pandai bicara menarik hati, komplet lah satu paket. Judulnya: calon pacar idaman. Teman wanita saya itu, jika hari ini saya ingat, wajahnya sumringah banget. Saya sampe terharu. Bukannya mengecilkan arti cinta, tetapi kok wanita yang ingin sekali punya kekasih bisa berlaku demikian. Hanya karena di fotocopy KTP usianya lebih daripada dia, mungkin pendidikan juga minimal sama level sarjana. Ia lalu memutuskan untuk jatuh cinta! Aih, … jika cinta boleh memilih, saya minta Richard Gere, Tuhan!
Lalu seperti saya duga, pemuda itu sama sekali tidak mengacuhkan teman wanita saya. Dalam hati saya sudah berpikir, bahwa pria seperti dia pasti pergaulannya luas dan tidak mungkin hanya mengenal dua gadis di kantor, yaitu saya dan teman saya. Karena saya sudah ‘sold out’ lalu dia akan berdekatan dengan teman wanita saya itu. Hmm, .. pemikiran yang sungguh naif! Saya tidak mengerti, apakah yang teman wanita saya itu saking tidak gaulnya atau saking putus asanya? Jadi beranggapan bahwa cinta boleh memilih. Pemuda ganteng itu malah bersahabat baik dengan saya. Namun dengan berlalunya waktu saya sadar, ada beberapa sifat pemuda ganteng yang sangat berlawanan dengan sifat saya. Jadi ketika dikantor hari itu saya sudah memiliki pacar, saya sekarang boleh berkata lega bahwa, ‘untungnya saya sudah punya pacar!’ Jadi nggak perlu bingung harus ikut heboh tertarik dan memilih cinta yang lain. Jadi inget lagunya nindy, cinta yang baru.
Berbelas tahun berlalu sejak perkenalan pertama kami bertiga. Si pemuda ganteng bolak – balik gonta – ganti pacar, foto – fotonya bergaul dengan aneka wanita. Kalau bercerita pada saya, “Win, kemaren cewek gue ultah. Gue pesen tart pake tulisan – happy birthday sayangku. Lalu gue juga pesan buket kembang mawar. Kita nonton, ..lalu dia gue bukain pintu mobil. Wah, happy moment banget, Win!…” Lalu dia memperlihatkan foto wanita cantik, entah pacarnya yang keberapa. Saya juga lupa dan bingung. Harus dicatat lengkap, mungkin serangkaian kisah cintanya bisa dibuat sinetron mini – seri saking banyaknya. Tapi dengan pacar yang dikisahkannya super romantis itupun gagal pula. Pokoknya kira – kira sepuluh tahun sejak saya mengenalnya barulah ia menikah. Jadi jika dihitung sejak masa remaja, lalu bekerja hingga menikah entah sudah berapa ‘korban’ atau ‘happy moment’ yang dihasilkannya. Saya nggak tahu pasti, soalnya persahabatan kami juga kian renggang. Saya merasakan arogansi kuat dalam tingkahnya. Bahasa kerennya tipe orang yang ‘petentang – petenteng.’

Hari ini, menengok kebelakang. Memang saya sadari ketika muda, kita sama sekali tak memiliki gagasan. Mengapa kisah kehidupan; khususnya cerita cinta seringkali kacau – balau, amburadul dan tak terduga. Soalnya cinta tidak bisa memilih! Itu hak prerogatif Tuhan. Caranya, kapan dan bagaimana. Bahkan jika harus berakhir, Tuhan memiliki scenario sendiri. Dan ceritanya itu berbeda – beda. Si pemuda ganteng akhirnya menikah dengan wanita cantik yang paling kaya, yang pernah dikenalnya. Pernikahannya di tempat yang sangat mewah laksana artis. Perayaan tujuh hari – tujuh malam, mungkin! Soalnya saya dengar ada acara disini dan disana, dirumahnya sendiri, dirumah calon mertua, di cafe. Berbagai – bagai. Si teman wanita yang sempat naksir dia, beberapa tahun lalu mendadak pergi ke Eropa mengikuti seorang pria. Entah siapa, kenal dimana? Dan apakah menikah dengan pria itu di negara sana, saya juga kurang tahu. Yang jelas dia tak pernah kembali lagi ke tanah air. Jika cinta boleh memilih, harus ada formulir khusus tuh : baik (yes – no), kaya (yes – no), humoris (yes – no), pandai (yes – no), pendidikan tinggi (yes – no), punya rumah (yes – no), punya kendaraan (yes – no), taat beragama (yes – no), romantis (yes – no). Duh apalagi ya? Banyak beneeer,…
Jika cinta boleh memilih, dulu saya malah memilih cinta itu bisa milik semua dengan tidak menikah tapi jodoh kehidupan yang punya pilihannya sendiri
ya pernikahan masalah legalisasi saja sih yaa.. kalau ditela’ah..tetapi namanya manusia berakal budi…sehingga mau ngga mau harus di adakan regulasi dan legalisasi..halah ngomong apa sihhh akuuu…